
“MOVE ON, NA!!!” kata yang paling sering gue denger belakangan ini. Tapi ya, I dont wanna move on yet, so I decided this way.
MENGGALAU.
At the first time I read the title of this book, gue rasa, gue butuh untuk baca buku ini. Supaya at least, gue bakal bisa kasih nasehat gimana caranya atau bahkan mau untuk nerima nasehat.
MENGGALAU.
At the first time I read the title of this book, gue rasa, gue butuh untuk baca buku ini. Supaya at least, gue bakal bisa kasih nasehat gimana caranya atau bahkan mau untuk nerima nasehat.
Sekarang gini, gimana gue mau denger nasehat dari banyak pihak, kalo gue masih mikir negatif sama mereka. Gimana mungkin gue mau denger nasehat orang tua, ketika gue berpikiran mereka cuma sedang coba untuk ngontrol hidup gue lagi. Teman? Gimana mungkin gue bisa nerima nasehat temen kalo gue mikir mereka cuma mau sok baik. Guru? Halah.. guru sekarang, apa ngerti yang anak muda rasain, secara generasi aja beda. Terus, kalo dari orang yang baru gue kenal, ia kali.. doi mau jadi pahlawan kesiangan kali ya, BRO! Jadi sebenernya, nasehat siapa yang harus gue denger dan bisa bikin gue ngednger?
So, gue harus tahu “How To Give and Receive Advice” for giving any advice of move on, or for doin move on. May be, it's time for doin' move on! JUST MOVE ON!
After reading this book for about two
days, which was written by Gerard I. Nierenberg, di
tahun 1975 ini, gue ngerasa gak secara eksplisit tahu gimana caranya jadi giver and receiver of advice. Soalnya nih buku cerita tentang kapan, dimana, gimana, kita tahu kalo yang udah kita lakukan itu hal yang benar, tentang kenapa harus belajar dari masa lalu
dan pengalaman, dan tentang apa sebenarnya yang akan dan harus dilakukan,
serta tentang pentingnya untuk melakukan sebuah kesalahan, yang pada ujungnya,
semua kebenaran dapat didasarkan pada “intuisi”. Honestly I got more than what I wish which made me said “yes, it
is right” when I read it. Dan ternyata benar, gue harus move on dari pria itu. He
will feel so sorry for dumping me so bad, by the way.
Nasehat, yuppy.. this book told me about the advice. Giver and receiver must be really open minded. WHY? Because, we're going to have sharing moment each other. Tapi masalahnya, kadang open minded itu sulit dimunculin (terlepas dari selfish yang dimiliki ya, guys :D) apalagi kalo giver batasin nasehat dengan kata "best" atau "only". Contoh: "Vina hal terbaik yang harus lo lakuin adalah dengan lupain dia" atau.. "Vina, hanya dengan hati baru hati yang sakit akan terobati" Well yeah.. kedua pernyataan itu akan berhasil buat gue berhenti hanya di dua jalan keluar itu. Kalo gak A, ya, B. Buat otak gue stuck dan gak bisa mikir alternatif lain.
Terus, ketika gue udah melaksanakan salah satu dari dua alternatif itu.. yang sebenernya mungkin kita gak tahu apa itu tepat atau enggaknya, kan bisa jadi ada alternatif lain, misal: tetap setia menanti dia dan dia pun akan kembali padaku *sok puitis*. Tapi seenggaknya, gue udah ngambil satu keputusan untuk bertindak, dan ketahuan tepat atau enggaknya pasti nanti.. suatu saat nanti. Gue yakin. CUMAAA...
Kan seharusnya, idealnya nih ya.. memutuskan sesuatu itu juga didasarkan pada pengalaman sebelumnya. Soalnya.. pengalaman itu bakal kasih clue buat kita milih mana yang harus dilakuin. Kalo berdasarkan pengalaman sih.. hm.. seharusnya gue emang pilih yang kedua :P
Kalo ngomongin tentang giver, sebenernya sih harus udah mulai tahu dan sadar "siapa sih yang kasih gue nasehat begituan?" kenapa penting? soalnya kita kan jadi bisa analisa juga, kalo emang giver udah kasih nasehat dan itu berdasarkan pengalamannya, and it worked. It doesnt mean it will work on me. Secara, ini hidup gue. Setiap detail dari hidup ini, gue pasti yang lebih tahu, jadi.. nasehat itu cuma.. sebatas alternatif. :)
Someday, ternyata pilihan atas alternatif itu salah langkah, jadi ya.. gue kan yang bakal nanggungnya sendiri. Cuma tinggal pinter-pinter aja gimana caranya ngambil keuntungan dari kesalahan itu. Hm.. eniwei, ada quotes yang gue suka banget dari buku ini:
jadi, ketika sesuatu itu gagal, bukan berarti kita bodoh. Kita cuma gak tepat aja nerapin “seni” itu. Kekurangtepatan itu bahkan bisa jadi “emas”, asal kita tahu dari sudut pandang mana kita bisa ambil.
Nasehat, yuppy.. this book told me about the advice. Giver and receiver must be really open minded. WHY? Because, we're going to have sharing moment each other. Tapi masalahnya, kadang open minded itu sulit dimunculin (terlepas dari selfish yang dimiliki ya, guys :D) apalagi kalo giver batasin nasehat dengan kata "best" atau "only". Contoh: "Vina hal terbaik yang harus lo lakuin adalah dengan lupain dia" atau.. "Vina, hanya dengan hati baru hati yang sakit akan terobati" Well yeah.. kedua pernyataan itu akan berhasil buat gue berhenti hanya di dua jalan keluar itu. Kalo gak A, ya, B. Buat otak gue stuck dan gak bisa mikir alternatif lain.
Terus, ketika gue udah melaksanakan salah satu dari dua alternatif itu.. yang sebenernya mungkin kita gak tahu apa itu tepat atau enggaknya, kan bisa jadi ada alternatif lain, misal: tetap setia menanti dia dan dia pun akan kembali padaku *sok puitis*. Tapi seenggaknya, gue udah ngambil satu keputusan untuk bertindak, dan ketahuan tepat atau enggaknya pasti nanti.. suatu saat nanti. Gue yakin. CUMAAA...
Kan seharusnya, idealnya nih ya.. memutuskan sesuatu itu juga didasarkan pada pengalaman sebelumnya. Soalnya.. pengalaman itu bakal kasih clue buat kita milih mana yang harus dilakuin. Kalo berdasarkan pengalaman sih.. hm.. seharusnya gue emang pilih yang kedua :P
Kalo ngomongin tentang giver, sebenernya sih harus udah mulai tahu dan sadar "siapa sih yang kasih gue nasehat begituan?" kenapa penting? soalnya kita kan jadi bisa analisa juga, kalo emang giver udah kasih nasehat dan itu berdasarkan pengalamannya, and it worked. It doesnt mean it will work on me. Secara, ini hidup gue. Setiap detail dari hidup ini, gue pasti yang lebih tahu, jadi.. nasehat itu cuma.. sebatas alternatif. :)
Someday, ternyata pilihan atas alternatif itu salah langkah, jadi ya.. gue kan yang bakal nanggungnya sendiri. Cuma tinggal pinter-pinter aja gimana caranya ngambil keuntungan dari kesalahan itu. Hm.. eniwei, ada quotes yang gue suka banget dari buku ini:
Achieving success is an art. Failure can be examples not of stupidity, but of “bad”art. And the “bad” yesterday could be trend tomorrow”
jadi, ketika sesuatu itu gagal, bukan berarti kita bodoh. Kita cuma gak tepat aja nerapin “seni” itu. Kekurangtepatan itu bahkan bisa jadi “emas”, asal kita tahu dari sudut pandang mana kita bisa ambil.
Dari
semua hal, semua nasehat, ya..tetap aja susah ya ngedengerin nasehat dari orang lain. But we have to realize
that, we are not living lonely, dan solusi dari suatu masalah itu bukan tentang apa yang kita dapat, dan apa
yang hilang dari kita. Tapi juga gimana caranya kita memutuskan untuk memulai lagi semuanya dari awal.
Nah.. ada nih elemen penting untuk ngambil sebuah keputusan, disebutnya...intuisi. Even intuition could not be proven by seeking the reasons, but it needs deep understanding for knowing and believing in it. And how to get the intuition? It is not as simple as I think, but I know, you could do it better than me. First, you have to get in touch to your deep feeling to feel the experience, acquiring the data and experience. After those all things, get freedom from worry and competing problem. Buat diri lo senyaman mungkin. Finally, you will get ideas which must be done by.
Nah.. ada nih elemen penting untuk ngambil sebuah keputusan, disebutnya...intuisi. Even intuition could not be proven by seeking the reasons, but it needs deep understanding for knowing and believing in it. And how to get the intuition? It is not as simple as I think, but I know, you could do it better than me. First, you have to get in touch to your deep feeling to feel the experience, acquiring the data and experience. After those all things, get freedom from worry and competing problem. Buat diri lo senyaman mungkin. Finally, you will get ideas which must be done by.
Setelah merenung
beberapa saat, mendengar nasehat dari berbagai kalangan with the open minded, coba untuk tahu dan
ngerasain yang sebenar-benarnya dirasain hati, dan apa yang udah terjadi, akhirnya GUE SIAP MOVE ON! One
more thing, thank you so much, book for giving me any advice for looking at the
alternatives that they gave to me.
ENIWEI,
hal lain yang bikin gue ngerasa perlu banget untuk move on dan ngebiarin si doi hidup dengan bahagia adalah, THIS:
When somethin threatens to disturb the equilibrium of your daily life, you have a problem
Berhubung gue ngerasa udah ngeganggu keseimbangan hidup dia, dan itu artinya gue adalah masalah untuk dia, jadi ya. it's the right time for letting him go.
a great many of us would be much happier if we could go through life wearing only one comfortable pair of shoes. unfortunately, shoes wear out and style changes
Hidup gue mungkin bakal indah banget kalo bisa terus sama-sama dengan dia. Gimana enggak, MEN! Gue udah cinta mati banget sama cowok satu itu. Tapi, ya... itu dia, shoes wear out and style change. Buat gue, mungkin ia, tapi buat dia, mungkin ENGGA BANGET. He changed just like the style. dan tugas gue adalah wear out the shoes, and ready for the newest shoes yang ngikutin style yang lagi in. Just like my intuition said. :)
No comments:
Post a Comment