Tuesday, August 17, 2010

tidak perlu bapak bilang

Bapak, aku tahu bapak sedang gak punya uang banyak. Jadi untuk sekarang-sekarang ini, aku, adik-adikku, dan seorang kakak perempuanku, harus mengencangkan ikat pinggang. Kakak laki-lakiku, sudah bukan tanggungan Bapak lagi, karena ia sudah bekerja dan mempunyai istri, jadi.. sudah selayaknya Kakak Laki-lakiku tidak menggantungkan hidup pada Bapak lagi. Aku, adik-adikku, dan tetehku pun tidak menggantungkan hidup pada kakak laki-lakiku, meski katanya, anak pertama adalah tulang punggung keluarga. Tapi, bagi keluarga kami, tidak. Yang penting Aa punya gaji yang cukup untuk dirinya sendiri dan istrinya. Kami, tidak mau merepotkan Aa. Meski sesekali suka menengadahkan tangan.

Biasanya, jika usaha Bapak sedang lancar..Bapak selalu terlihat lebih segar dari biasanya. Bangun pagi, sudah berpakaian rapi, dan siap membawa mobil ke tempat pencucian yang terletak di terusan Jalan Jakarta - Bandung. Bapak juga selalu memberikan yang terbaik untuk anak-anaknya, dari mulai mengajak makan enak, beli baju mahal, sepatu mewah, handphone canggih, hingga mengajak ke tempat-tempat tamasya. Rasanya, aku, adik-adikku, dan tetehku, tidak pernah kekurangan apapun. Hampir setiap hari kami meminta uang, dan menjajankannya ke Alfa atau Indomaret terdekat. Dan Bapak, tidak pernah keberatan atau mengeluh peluh sekalipun uang kembalian tidak kami berikan lagi. Bapak, hanya kadang tersenyum dan berkata "üang yang sudah diberi, tidak dapat dikembalikan lagi ya?" Setelah itu, sudah. Bapak tidak pernah membahasnya lagi.

Pengiriman uang jajan harian biasa Bapak lakukan setiap hari Minggu, dan aku, adik-adikku, dan teteh selalu berfoya-foya ketika senin atau selasa atau mungkin rabu datang.. dan ketika mendekati hari Jumat kami sudah kehabisan uang, maka, kami hanya tinggal mengirim pesan atau telepon Bapak dan bilang "Pak, uang abiis"maka dengan kecepatan kilat bapak mengirimkannya lagi. bapak, hanya tidak ingin anaknya tidak makan, kekurangan gizi, bahkan sampai kurus keronta. Padahal, kami menggunakan uang jajan untuk beli ini itu.

Tapi jika Bapak tidak punya uang, Bapak jadi berubah. Tidak drastis, hanya saja, Bapak tidak perlu bilang kalau Bapak tidak punya uang, tapi kami sudah tahu.

Pagi-pagi buta, setelah Bapak solat subuh, Bapak masih mengenakan sarungnya. Dan duduk di depan TV. Menjelang terik, Bapak memanas-manaskan motor, dan mencuci mobil sendiri. Mengelap penuh kasih pada si innova hitam. Dan menyemprot si Vario merah, mio hitam, dan tiger merah dengan air. Bapak, jadi lebih banyak menghabiskan waktunya di rumah. Bersama kami. Bukan aku tidak suka, hanya saja, terlihat lebih menenangkan jika Bapak ada kerjaan, sehingga tidak perlu mencuci mobil dan motor dengan tangannya sendiri. Sementara aku, tidak bisa berbuat banyak.

Tapi ada hal yang tidak bisa dipisahkan dari kepribadian Bapak, yakni, tidak berhenti untuk memberikan yang terbaik untuk kami - aku, adik-adikku, tetehku, dan mama. Bapak, masih membelikanku kursi belajar yang mahal. Bapak, masih membelikan Mama abu gosok yang mahal. Bapak, masih membelikan Harddisc untuk Adik perempuanku. Bapak masih membelikan sepatu bagus untuk adik laki-lakiku. Bapak, masih memberikanku uang yang banyak.

Bapak, masih tetap Bapak.

Bapak, bapak tidak perlu bilang kalau bapak sudah tidak punya uang jika memang bapak tidak sanggup mengencangkan ikat pinggang kami,. karena kami sudah besar dan sadar.

Bapak, the truth father. :D

3 comments:

indah novrinta said...

is this true or fiction vin?

Vina T. Sudarto said...

this is true, indah. :D

Alay Qid said...

satu lagi, bapak..
terima kasih, bapak..