Bandung, kota ini sungguh berhasil membuatku tidak mandi secara teratur dua kali sehari setiap harinya. Kadang, aku hanya mandi satu kali satu hari. Bukan karena malas, tapi karena dinginnya air dan udara yang seolah memaksa badan untuk terus bermusuhan dengan hawa kamar mandi. Berwudlu pun, rasanya malas. Takut dengan dingin yang akan mencengkram tubuh dan darah.
Rutinitas pagi setelah terhenyak dari mimpi semalam buta, turun ke lantai satu dan duduk di meja makan. Dengan berbagai jenis makanan yg telah tersedia. Ada goreng cireng, pisang, dan gehu - toge dalam tahu, belum lagi dengan kenikmatan hot chocolate yang seolah sungguh menyempurnakan hidup. Kalau hot chocolate nya tidak hangat lagi.. tidak hot lagi, ya tinggal bilang 'Bi, kok udah gak panas lagi sih?'. Dan Bibi pun langsung mengambil segelas air coklat itu lalu menggantinya, tanpa banyak komentar.
Tontonan Dahsyat di RCTI adalah rutinitas kedua. Setelah asyik dengan makanan dan minuman yg sempurna, rasanya malas untuk kembali ke kamar dan membereskan tempat tidur dan seluruh kekacauan kamar yg terjadi semalam suntuk. "Na, beresin dulu kamarnya!" kata Mama lembut. "Nanti, Mam!" nanti maksudku adalah, tidak akan pernah aku bereskan kamarku, biarkan saja seperti itu.
Dan beberapa jam kemudian, ketika aku sudah mulai bosan dengan televisi ukuran besar itu, aku naik, menuju kamar tidur, dan semuanya sudah rapi. Bantal, guling, bed cover yang awalnya berserakkan, kini sudah rapi kembali. Bantal ditaruh di ujung tempat tidur mendekati tembok, bersebelahan dengan boneka beruang besar dan mickey mouse berbaju merah. Guling yg ditumpuk diatas bantal, dan bed cover yang sudah terlipat rapi di ujung berlawanan dengan bantal. Semuanya rapi.
Lantai yang biasanya dipenuhi rontokan rambut hitam panjang berserakkan, kini sudah tidak ada lagi. Lebih rapi, bersih, dan wangi. Karena Bibi telah menyapu dan mengepel lantainya.
Makan siang tiba, aku hanya tinggal turun lagi, dan mulai menyantap hidangan lezat ala Mama. Dan setelah kenyang, aku tidak perlu mencuci piring atau membereskan meja makan. Semuanya sudah ditangani oleh Mama. Aku hanya tinggal naik lagi ke atas, menuju kamar tidur, dan bisa jadi aku malah akan tidur siang.
Begitu, begitu rutinitasku di Bandung. Di sebuah rumah berlantai dua dengan dihuni oleh Mama, Bapak, Vani, Teteh, dan Epang. Dan kalau pagi hingga siang, ada tambahan Bibi. :D
Tapi di Jakarta, semuanya bertolak belakang.
Aku harus mandi dua kali sehari, sekalipun aku pulang pagi. Udara Jakarta yg tingkat kekotoran akan polusinya yg sudah akut, memerintahku dengan paksa untuk selalu membersihkan tubuh dua kali sehari. Jika tidak, maka tak bisa aku berdiam diri membayangkan kuman-kuman, debu, dan segala jenis kekotoran lainnya menempel di tubuhku hingga esok harinya lagi. Jika tidak, aku harus siap berlengket-lengket ria dengan sejuta keringat yg keluar akibat panasnya udara Jakarta. Dan aku harus siap kegerahan.
Pagi, ketika mata ini sudah dengan jelas dapat menyambut sinar mentari, aku harus segera turun, KE DAPUR, menyiapkan sarapanku sendiri. Atau jika sedang beruntung - mempunyai uang bulanan lebih, aku bisa membeli makan di luar - yang penting tidak masak sendiri. Setelah sarapan, atau setiap setelah makan, aku harus mencuci piring dan gelas bekas minum Milo. Dan semuanya aku lakukan sendiri. Bahkan setiap minggunya, ada jadwal piket pasti untuk membersihkan seluruh lantai dua rumah. SEMPURNA BUKAN? Tak lupa juga, kamar mandi pun aku sikat. Membuang semua sampah menJIJIKkan dari kamar mandi yg hanya seluas 2 x 1 meter itu.
Dan setiap harinya, aku harus berhadapan dengan guling, bantal serta selimut yg berantakan di kasur single itu. Aku merapikannya sendiri dengan tanganku. Menyusunnya sendiri, dengan jari jemariku. Dan meletakkannya sendiri dengan tenagaku. Aku melakukannya sendiri. Tanpa bantuan.
Perbedaan drastis. Kehidupan berbeda. Aku yg di Jakarta, berbeda dengan aku yg di Bandung. Dan itulah mengapa aku lebih mencintai tinggal di Jakarta, karena disana, aku didik untuk lebih mandiri. Dan melakukan segalanya dengan tanganku. Menjauhi kenikmatan akan "pelayanan" gratis tanpa komentar setiap harinya. Menjauhi diri dari "kekejaman" karena tidak membantu Mama.
That's why I like living in Jakarta. :D
Tulisan ini, aku buat, terlepas dari masalah 'tinggal jauh dari keluarga'. Karena sesungguhnya, aku pun kadang merindukan mereka. Tapi, aku di Jakarta, untuk mengejar impianku yang semoga akan berguna bagi mereka. Dan pantang pulang sebelum jadi orang. :D
Rutinitas pagi setelah terhenyak dari mimpi semalam buta, turun ke lantai satu dan duduk di meja makan. Dengan berbagai jenis makanan yg telah tersedia. Ada goreng cireng, pisang, dan gehu - toge dalam tahu, belum lagi dengan kenikmatan hot chocolate yang seolah sungguh menyempurnakan hidup. Kalau hot chocolate nya tidak hangat lagi.. tidak hot lagi, ya tinggal bilang 'Bi, kok udah gak panas lagi sih?'. Dan Bibi pun langsung mengambil segelas air coklat itu lalu menggantinya, tanpa banyak komentar.
Tontonan Dahsyat di RCTI adalah rutinitas kedua. Setelah asyik dengan makanan dan minuman yg sempurna, rasanya malas untuk kembali ke kamar dan membereskan tempat tidur dan seluruh kekacauan kamar yg terjadi semalam suntuk. "Na, beresin dulu kamarnya!" kata Mama lembut. "Nanti, Mam!" nanti maksudku adalah, tidak akan pernah aku bereskan kamarku, biarkan saja seperti itu.
Dan beberapa jam kemudian, ketika aku sudah mulai bosan dengan televisi ukuran besar itu, aku naik, menuju kamar tidur, dan semuanya sudah rapi. Bantal, guling, bed cover yang awalnya berserakkan, kini sudah rapi kembali. Bantal ditaruh di ujung tempat tidur mendekati tembok, bersebelahan dengan boneka beruang besar dan mickey mouse berbaju merah. Guling yg ditumpuk diatas bantal, dan bed cover yang sudah terlipat rapi di ujung berlawanan dengan bantal. Semuanya rapi.
Lantai yang biasanya dipenuhi rontokan rambut hitam panjang berserakkan, kini sudah tidak ada lagi. Lebih rapi, bersih, dan wangi. Karena Bibi telah menyapu dan mengepel lantainya.
Makan siang tiba, aku hanya tinggal turun lagi, dan mulai menyantap hidangan lezat ala Mama. Dan setelah kenyang, aku tidak perlu mencuci piring atau membereskan meja makan. Semuanya sudah ditangani oleh Mama. Aku hanya tinggal naik lagi ke atas, menuju kamar tidur, dan bisa jadi aku malah akan tidur siang.
Begitu, begitu rutinitasku di Bandung. Di sebuah rumah berlantai dua dengan dihuni oleh Mama, Bapak, Vani, Teteh, dan Epang. Dan kalau pagi hingga siang, ada tambahan Bibi. :D
Tapi di Jakarta, semuanya bertolak belakang.
Aku harus mandi dua kali sehari, sekalipun aku pulang pagi. Udara Jakarta yg tingkat kekotoran akan polusinya yg sudah akut, memerintahku dengan paksa untuk selalu membersihkan tubuh dua kali sehari. Jika tidak, maka tak bisa aku berdiam diri membayangkan kuman-kuman, debu, dan segala jenis kekotoran lainnya menempel di tubuhku hingga esok harinya lagi. Jika tidak, aku harus siap berlengket-lengket ria dengan sejuta keringat yg keluar akibat panasnya udara Jakarta. Dan aku harus siap kegerahan.
Pagi, ketika mata ini sudah dengan jelas dapat menyambut sinar mentari, aku harus segera turun, KE DAPUR, menyiapkan sarapanku sendiri. Atau jika sedang beruntung - mempunyai uang bulanan lebih, aku bisa membeli makan di luar - yang penting tidak masak sendiri. Setelah sarapan, atau setiap setelah makan, aku harus mencuci piring dan gelas bekas minum Milo. Dan semuanya aku lakukan sendiri. Bahkan setiap minggunya, ada jadwal piket pasti untuk membersihkan seluruh lantai dua rumah. SEMPURNA BUKAN? Tak lupa juga, kamar mandi pun aku sikat. Membuang semua sampah menJIJIKkan dari kamar mandi yg hanya seluas 2 x 1 meter itu.
Dan setiap harinya, aku harus berhadapan dengan guling, bantal serta selimut yg berantakan di kasur single itu. Aku merapikannya sendiri dengan tanganku. Menyusunnya sendiri, dengan jari jemariku. Dan meletakkannya sendiri dengan tenagaku. Aku melakukannya sendiri. Tanpa bantuan.
Perbedaan drastis. Kehidupan berbeda. Aku yg di Jakarta, berbeda dengan aku yg di Bandung. Dan itulah mengapa aku lebih mencintai tinggal di Jakarta, karena disana, aku didik untuk lebih mandiri. Dan melakukan segalanya dengan tanganku. Menjauhi kenikmatan akan "pelayanan" gratis tanpa komentar setiap harinya. Menjauhi diri dari "kekejaman" karena tidak membantu Mama.
That's why I like living in Jakarta. :D
Tulisan ini, aku buat, terlepas dari masalah 'tinggal jauh dari keluarga'. Karena sesungguhnya, aku pun kadang merindukan mereka. Tapi, aku di Jakarta, untuk mengejar impianku yang semoga akan berguna bagi mereka. Dan pantang pulang sebelum jadi orang. :D
No comments:
Post a Comment