
“Siapa yang mau ke Axis Java Jazz Festival gratis?” tanya Cea, pemimpin rapat komunitasku sore itu. Semua teman berteriak “mauuuu..” aku pun mengatakan hal yang sama, sekalipun, kurang “memahami” dan menyukai musik jazz. Waktu itu, term and conditions yang meng-iming-iming-i tawaran tersebut, gak digubris. ‘Yang penting ke Axis Java Jazz Festival dan gratis, ngerti gak ngerti gak penting, yang penting ngeksis’ It was what I was thinking about. Padahal gak gitu juga kali ya, sampe akhirnya “Tapi…” tambah Cea. “Kita kesana untuk kampanye Earth Hour”. Otakku langsung berpikir, ‘Minggu malam di Axis Java Jazz Festival, bukannya nonton malah kampanye? Would it be fun? I do not think so!’ Tapi, ku-iya-kan ajakan Cea. ‘Tantangan baru untukku’
Halte Busway Jiexpo, emang ada?
Aku gak tahu harus naik angkutan umum apa lagi selain Trans Jakarta. Temanku bilang, ada halte Ji Expo dan turunlah disana. Tapi pas nanya sama petugas yang jaga tiket, gak ada tuh halte yang namanya begono. But anyway, thanks a lot ya Riana Linda, my digital map ^^ . Seorang Bapak bertas ransel yang gak sengaja ketemu di Halte Halimun menyapa dengan nada yang agak tinggi “Mau ke JJF juga?” “ia, Om” jawabku takut-takut. “Bareng aja udah!” tambahnya. Akhirnya, aku dan Fahmi pun mengikuti sang Om. Dan, turun di Matraman, naik ke arah ancol dan turun di Jembatan Merah setelah itu, naik mikrolet 53 dan sampailah di PRJ – Pekan Raya Jakarta. So, there was not Ji Expo Halte anyway. “Kalian suka jazz juga?” tanya Om yang namanya Hans, datang dari Makasar untuk menyaksikan penampilan artis-artis Jazz Music. “Kami gak nonton, Om. Kami jaga stand Earth Hour” jelasku. “Stand nya dimana?” “Gak tahu Om” “Setahu Om, di dalam itu udah gak ada stand apa-apa lagi” “waduh..”
Perpisahan sama Om Hans pun tidak bisa dihindari, ‘Yaiyalah.. Om Hans kan mau nonton, nah gue?' Hand phone bergetar, seorang teman bernama Yudith menelepon dan “Dimana, Vin?” “Udah di depan gerbang, Dith” jawabku singkat “Sepuluh menit lagi datang ya!” Menunggu Yudith sambil terduduk di bawah pohon – entahlah namanya, memakan donat keju yang sengaja kubawa, hmm…yummy..sungguh nikmat.
Pria berkacamata, baju putih kerah, tas ransel hitam datang “Vin..” sapa Yudith. “Yee..die ngaret” kataku.
“Kita berjejer aja. Sambil catetin ini” diberikannya selembar kertas putih bertabel oleh si Kakak Agri. Dan TERNYATA kita gak ada stand di dalam. Kampanye malam itu adalah dengan menghentikan orang yang lewat dan.. “Mas, Mba permisi..” kayak calo banget.
Fun Champagne
Setiap pasangan pacaran, kekasih, suami-istri atau apapun itu, menganggap kami calo tiket sampe akhirnya aku keluarkan jurus terampuh dan berhasil mengumpulkan sekitar tiga puluh sampai empat puluh orang peduli lingkungan “Mba, Mas, maaf saya bukan mau jual tiket ya.. Saya dari..” bla bla bla, kalimat yang sama terus terlontarkan ke orang-orang baik hati yang udah mau ikut peduli sama bumi kita ini.
Mataku terhenti pada sebuah pemandangan "menyejukkan". Keserasian dua insan Tuhan. Wanita itu terlihat cantik. Short dress berwarna coklat kulit membuatnya terlihat anggun. Seorang pria gagah menggenggam erat lengannya, membingbing langkahnya, memastikan bahwa tidak terlambat untuk menyaksikan artis idola mereka. Langkah keduanya cepat. Terburu-buru. Sementara si wanita agak sedikit terganggu dengan tebal heelsnya yang hanya sebesar jari kelingking tangan. "Mas, Mba.." "Maaf ya Mba, kami buru-buru" katanya ramah. Pandanganku masih saja terus tertuju pada keduanya hingga masuk ke gedung. 'Kapan aku ke tempat gini sama pacarku ya?' sedikit meratapi nasib. Hehe..
“Ada maliq ya?” kata Yudith mengusik lamunanku. “Masa, Dith?” “Ia katanya” “Di panggung itu?” tanyaku sambil menunjuk sebuah panggung kecil di depan gedung Ji Expo besar. “Ya bukanlah Vina” jawab Yudith sambil mengejek “Masa ia Maliq main disana” tambahnya. 'Seandainya aku masuk'. Aku tidak boleh mengeluh, tidak punya tiket, bagaimana bisa masuk. Seharusnya aku senang dengan kegiatanku. Kulangkahkan kaki, mendekati sebuah stand putih terang dan cerah bertuliskan Axis. Dan terekamlah kepedulian para Standers – maksudnya penjaga stand, dalam jepretan foto. hehe..

'Ternyata, cewe berkerudung pun datang kesini ya' kataku dalam hati. Dipikiranku, hanya aka nada wanita-wanita bodi aduhai, penampilan hot yang bakal dateng ke acara bergengsi itu, ternyata, semua kalangan. Dari yang muda sampe yang tua, bahkan bayi pun diajak oleh orang tuanya. 'Lhoo.. kalo misalnya gak boleh didatengin sama cewe berkerudung, diskriminasi dong itu namanya. Emang ada yang salah dengan cewe berkerudung?' gugatku.

Happily ever after
Seorang Bapak bertopi coklat mendekat pada Yudith dan “Ini lah untuk kalian saja”. Yudith mendekatiku dan berkata “Vina, ini ada empat tiket, mau masuk?” “Ayooo Diiiitttthh.. semangat ’45 pun tercipta begitu saja. Kebetulan masih jam Sembilan, dan itu belum malam banget juga bukan? Masih wajarlah main jam segitu. “Ayoo Diiiiit..”
Aku berlari menuju pintu penjaga tiket. Mendekati Bapak penjaga keamanan, mendekati Mas-mas penjaga pintu tiket, dan masuk. Menginjakkan lantai gedung Ji Expo. Pintu besar itu kumasuki, suasananya mewah. Banyak orang berpakaian indah menikmati nikmatnya Musik Jazz. Aku terus tersenyum. Memandang kagum pada sebuah acara yang tiketnya tidak mampu kubeli. “Enak ya Dith” kataku pada Yudith yang juga sedang terkagum-kagumnya dengan suasana disana.
Mungkin memang aku tidak begitu mengerti dan faham siapa artis yang tengah bernyanyi di depan sana, lagu apa yang mereka mainkan, maknanya apa. Karena aku tidak kenal jazz, makanya aku tidak mengerti dan faham. Tapi, kami berdua menikmati suasananya. Alunan musiknya, dan semuanya.
“Dith, taun depan..kita beli tiketnya beneran yuk!” ajakku. “Ia Vina” jawabnya tenang sambil terus memerhatikan situasi sekeliling.
“Oke, terimakasih ya Temen-temen, udah sampai sini aja. Target Cuma seratus orang, ini malah hampir dua ratus orang” 'What? Gue masih di depan? Tadi?'
“Kamu mau masuk Vin?” 'What? Tadi, gue belum masuk?' “Tapi tiket Cuma ada empat, kan kita banyakan. Aku sih gak mau ah"
“Gak Dit” demi menjaga solidaritas pun, aku bilang tidak.
Yang terpenting malam itu adalah aku mempunyai pengalaman Axis Java Jazz Festival yang berbeda dengan mereka yang masuk ke dalam gedung dan menikmati musik jazz. Aku tidak marah atau menyesal, tapi berkat ikut kampanye itu, minimal-minimalnya, aku bisa pasang status BBM ‘@JJF’ yang berarti ‘Lagi di Axis Java Jazz Festival nih’

No comments:
Post a Comment