Perasaan suka, sayang, cinta, pada lawan jenis yang baru dikenal atau sudah lama dikenal, yang tidak memiliki hubungan darah, memang bisa kapan saja muncul. Dan itu syah, halal. Pada dasarnya, Tuhan memang memberi kita rasa untuk menyayangi. Dan agama pun mengajarkan untuk saling mengasihi sesama umat manusia. Suka, sayang dan cinta adalah tiga perasaan yang membuat bumi ini damai.
Ketika mulai menyukai seseorang, matalah yang pertama kali melihat. Merangsang otak untuk memikirkan orang tersebut, dan hati pun jadi merindukannya. Rasanya, ingin selalu melihat wajahnya. Mau dia salah atau benar, akan terus terlihat benar. Mau dia dibilang jelek atau tampan, akan selalu terlihat tampan. Bahkan ketika ada yang menjelek-jelekkannya, kita bisa berubah menjadi pahlawan. Kita selalu ingin mendengar kabarnya. Satu jam saja dia tidak memberi kabar, rasanya bagai gempa bumi dan menjadi malas makan. Semuanya terasa indah jika bersamanya.
Di samping kiri, ada bunga mawar yang harumnya merebak. Di sebelah kiri, ada bunga melati, yang wanginya tercium hingga tenggorokan. Di belakang, ada lukisan hati berwarna merah dengan background merah jambu. Dan di depan, ada dirinya yang siap memeluk kala kita terjatuh. Di depan, ada dirinya yang siap membimbing kembali ke jalan yang benar kala kita mulai terperosok ke jurang gelap. Kemanapun mata ini memandang, akan selalu ada dirinya yang siap menjaga.
Pacar adalah seorang penjaga ketika kita merasa takut, teman saat kita butuh tempat bicara, dan bisa menjadi kekasih ketika kita memang merindukan pelukannya. Ada pacar, buat semuanya menjadi lebih ringan terkadang, karena ada teman berbagi dan bersandar.
Ketika Cinta Tak Lagi Rasional
setiap detik otak dan hati selalu memikirkan dirinya. Dia yang sebenarnya hanyalah makhluk kiriman Tuhan yang bisa diambil kapanpun. Tak sedetik pun lupa untuk memikirkannya, tak sekalipun lupa untuk mengingatkannya untuk tidak lupa makan. Rasanya, mengirimkan dia pesan, mengingatkannya untuk makan, memikirkannya sedang apa, dan berbagai hal tentang dirinya adalah sebuah keharusan yang tidak boleh ditinggalkan. Jika lupa, maka dia akan marah, atau bisa jadi, malah kita yang akan menyalahkan diri kita sendiri.

Ketika dia pamit pergi dengan teman perempuan atau laki-lakinya, kita selalu marah. Cemburu buta. Segala hal jadi menghawatirkan, otak selalu berpikir “bagaimana kalau nanti dia jatuh cinta pada temannya? bagaimana.. bagaimanaa..” dan peng-bagaimana-an lainnya pun muncul.
Setiap kali sang kekasih pergi, harus selalu memberitahu kita. Sekali saja ia ketahuan lagi ada di luar rumah, kosan, atau kantor, tanpa bilang terlebih dulu. Hati ini akan langsung marah, curiga, dan otak pun tidak dapat berpikir lebih jernih lagi hingga mulut mulai memakinya. Kadang jika memang merasa sangat tersakiti, air mata pun jatuh. Hingga maaf mungkin tidak cukup untuk meminta segalanya untuk kembali baik dan normal.
kalau sang kekasih sakit, kita yang jadi tidak nafsu makan. Kalau sedang berantem, bisa jadi kita yang tidak mau makan juga. Menangis semalam suntuk karena sedih memikirkan pertengkaran yang tengah terjadi.
Cinta memang kadang membuat manusia menjadi irasional.
Membuat Cinta Menjadi Lebih Rasional
Padahal, kadang Tuhan sering kita lupakan baik tidak sengaja maupun dengan sengaja. Rasanya Tuhan berada di tingkatan ke sekian dibandingkan sang Kekasih.
Padahal, segala pemikiran takut itu, hanya muncul di otak kita. Di pikiran kita. Yang akhirnya, sebenarnya mungkin untuk terjadi jika kita meyakininya. Padahal, belum tentu kekasih kita sepicik itu.
Mengapa jika ia pergi kemana pun harus meminta izin pada kita? Jawabannya mungkin bisa jadi, “karena dia adalah pacar saya”, “Karena sekarang dia sudah menjadi milik saya, jadi kemana pun saya harus tahu”, atau jawaban yang lebih parah lagi “ketika dia mau jadi pacar saya, dia harus berbagi segalanya dengan saya” Padahal sebenarnya, ketika janur kuning belum berkibar, ketika ijab Kabul belum disyahkan, maka pacar kita adalah masih milik orang tuanya. Dan tentunya masih milik Tuhan. Seharusnya, pacar kita itu izin pergi kemana pun pada orang tuanya, dan memanjatkan doa pada Tuhan. Bukan malah izin pada kita. Belum lagi jika kita tidak mengizinkan dia pergi, mungkin ia tidak akan pergi. Dan itu berarti, kita membatasi ruang geraknya. Sementara Tuhan- Sang Yang Empunya, tidak membatasi selama ia bisa bertanggung jawab dan berada dalam garis keridhoan Nya.
Sayang ya, jika berantem dengan pacar malah buat kita jadi tidak mau makan. Kalau kita sakit, orang tua lah yang sudah pastinya akan sedih dan kerepotan. Terlebih lagi, jika pacar sakit, kita jadi tidak mau makan karena memikirkannya, itu bukan cinta namanya, tapi bodoh. Seharusnya kita berpikir untuk tetap menjaga kesehatan jika menyayanginya, karena dengan begitu, kita bisa menjaganya. Supaya dia sembuh.

Then, it is gonna be a Happily ever after story.
No comments:
Post a Comment