Ghaida berarti berawan - dalam bahasa sansekerta. Seorang gadis sunda yang kini sedang berhadapan dengan seorang pria berpakaian biru, berambut keriting, kulit sawo matang, penampilan yang amburadul, dan semua hal yang sangat tidak ia sukai
.
Siapa pria ini? Baru kali ini aku melihatnya!! Aaah.. begajul! Kalo dia seperti ini, siapa yang mau dengannya? Tidak dapat kubayangkan, wanita macam apa yang sudi bersanding dengannya di pelaminan, mungkin jadi pacarnya pun tak ada yang mau!
Ghaida, memang sedikit sentimen pada pria "begajul" yang ada di sekitarnya. Ia selalu men-judge book by its cover. Tak pernah sedikitpun terpikir olehnya, bahwa sesuatu yang jelek dari luar memiliki keindahan sendiri di dalam. Seperti kristal, buruk di luar, namun cantik di dalam.
"Eh, gue mentor lo yak!" kata pria itu kasar. Agak sedikit membentak. Tapi memang begitulah logat orang yang sudah cukup lama tinggal di kota betawi ini.
Dan semuanya dimulai.
Ghaida, gadis yang selalu menyukai berbagai hal yang tersusun rapi, terencana, dan selalu mengikuti keinginannya itu, sangat tidak menyukai mentornya itu. Di matanya, mentor tersebut sangat tidak teratur dan cukup menyebalkan.
___
Sampai suatu ketika, beberapa bulan setelah perkenalan mereka sebagai mentor dan menti dalam sebuah acara unit kegiatan mahasiswa, mereka mulai akrab.
Don't judge a book by its cover sungguh berarti baginya kini. Ghaida sadar sekali bahwa mentornya itu adalah sebuah berlian yang sangat berharga baginya. Banyak hal yang ia dapatkan dari sang mentor tercinta. Dari bagaimana cara menulis, apa itu kehidupan, dan apa itu perasaan. Mentornya itu, ternyata adalah orang yang sangat cerdas, berwawasan luas, dan memiliki impian yang tinggi.
"Kata punya kuasa, dan tingkah dapat direkayasa" kalimat itu membuat Ghaida tidak pernah lagi mengucapkan rasa cintanya pada sang kekasih hati, karena memang ia sadar bahwa ia tidak perlu melakukannya. Entah apa aku masih menyayangi pacarku disana? Atau memang perkataan mentor yang masuk diakal? tanyanya pada hati.
"Kata itu apa? Kalimat itu apa? Karakter itu apa?" Mentor Ghaida itu, selalu mnyuruh Ghaida untuk berpikir. Ghaida yang awalnya selalu menerima sistem, kini harus mulai meneliti suatu sistem yang berlaku, dan lihat mana yang baik dan buruknya.
Mentornya itu, berhasil membuat Ghaida mencintai dunia baca buku nonfiksi. Berhasil membuat Ghaida berpikiran jauh ke depan. Dan berhasil membuat Ghaida merasakan kebahagiaan yang luar biasa di saat mereka bersama dan membicarakan semuanya.
___
Namun di suatu malam, ketika sang rembulan tidak memancarkan cahayanya dan Ghaida serta mentornya itu terduduk berdua sambil meminum coklat panas di sebuah supermarket, Ghaida mulai gundah dan kecewa
"Gua sayang dia" kata Mentor tepat di telinga Ghaida. Ghaida hanya bisa berpaling, menahan air mata yang nyaris jatuh karena kalimat menyakitkan itu. Ia tersadar bahwa dalam kurun waktu beberapa hari ia dan mentornya dekat, ia sudah menyukai sang mentor.
Ia tundukkan kepala seraya berkata "Pulang yuk Kak!" Namun tak jua diperdulikan.
Sepanjang perjalanan pulang, Ghaida hanya melamun. Tidak mengeluarkan sepatah kata pun. Begitu pula dengan sang mentor, ia hanya terdiam.
___
Kian hari, Ghaida semakin tersiksa dengan perasaannya.
Gak bisa, aku harus bangkit. Ia bukan siapa-siapa bagiku.. Atauu.. ia pun memutuskan hal lain.
Ya, aku akan belajar mencintainya dengan tulus. Tidak mengharapkan apapun datidak mengharapkan ia tahu apa yang telah aku lakukan. Aku akan mencintainya dengan tulus.
Ghaida, ia masih suka membawakan makanan sang mentornya tanpa berharap diketahui. Ia masih sering bercemas-cemas ria dengan keadaan mentornya.. dan ia masih sering memikirkan sang mentornya..
Tapi itulah konsekuensi yang dipilih Ghaida..
NB: Semoga Cinta Ghaida Memang Tulus dan Akan Abadi. Amiiin
No comments:
Post a Comment